Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) telah merencanakan penerapan registrasi kartu SIM yang berlandaskan teknologi biometrik. Langkah ini dianggap penting untuk meningkatkan keakuratan identitas pengguna dan mengatasi maraknya tindak kejahatan digital yang sering kali menggunakan nomor telepon sebagai media utama untuk penipuan. Kebijakan ini dipastikan akan mulai berlaku pada 1 Januari 2026, menggantikan metode registrasi tradisional yang saat ini digunakan.
Dengan semakin meningkatnya jumlah kasus penipuan yang melibatkan teknologi komunikasi, registrasi berbasis biometrik dianggap sebagai solusi yang efektif. Langkah awal penerapan sistem ini akan bersifat sukarela bagi pelanggan baru selama enam bulan ke depan, sebelum menjadi wajib bagi semua pelanggan baru. Hal ini diharapkan dapat mengurangi risiko yang dihadapi oleh masyarakat terkait dengan kejahatan digital.
Inisiatif ini diumumkan dalam sebuah forum yang membahas isu-isu mengenai kejahatan digital dan urgensi penerapan registrasi berbasis biometrik. Melalui acara tersebut, berbagai pihak terlibat dalam diskusi untuk mencari solusi terhadap masalah yang semakin kompleks dalam dunia komunikasi digital saat ini.
Tingginya Angka Penipuan Digital di Indonesia
Direktur Jenderal Ekosistem Digital Komdigi, Edwin Hidayat Abdullah, menyatakan bahwa kebijakan registrasi ini dilatarbelakangi oleh tingginya angka penipuan digital yang kian bertambah setiap tahunnya. Berbagai modus kejahatan siber, seperti scam, spoofing, dan smishing, semakin marak dan sering kali melibatkan penyalahgunaan identitas nomor telepon pelanggan.
Kerugian ekonomi yang ditimbulkan akibat penipuan digital pun cukup signifikan, dengan nilai kerugian yang telah melampaui Rp7 triliun. Setiap bulannya terdapat lebih dari 30 juta panggilan penipuan yang diterima oleh masyarakat, dan setiap individu setidaknya memperoleh satu panggilan spam per pekan.
Data yang diperoleh dari Indonesia Anti Scam Center (IASC) juga menunjukkan bahwa hingga akhir September 2025, ada ratusan ribu rekening yang terindikasi terkait dengan penipuan, dengan total kerugian yang mencapai Rp4,8 triliun. Angka ini menunjukkan betapa krusialnya langkah-langkah pencegahan yang lebih ketat untuk melindungi konsumen dari tindakan kejahatan semacam ini.
Kesiapan Operator Seluler dalam Menyukseskan Kebijakan
Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menyatakan bahwa operator seluler telah siap untuk mendukung implementasi registrasi kartu SIM berbasis biometrik. Direktorat Eksekutif ATSI, Marwan O. Baasir, menjelaskan bahwa kebijakan ini penting untuk melindungi kepentingan pelanggan yang semakin mendominasi berbagai transaksi digital.
Dalam era digitalisasi yang semakin maju, banyak layanan seperti mobile banking dan transaksi online sangat bergantung pada nomor telepon seluler. Oleh karena itu, sistem identifikasi yang kuat dan akurat sangat dibutuhkan untuk mencegah terjadinya tindak kejahatan.
Peralihan dari validasi menggunakan NIK dan Kartu Keluarga ke sistem biometrik adalah bagian dari kebijakan know your customer (KYC) yang telah dijalankan sejak tahun 2005. Penerapan teknologi biometrik ini diharapkan dapat mengurangi identitas ganda dan mempersempit kesempatan untuk terjadinya kejahatan seperti SIM swap fraud.
Pelaksanaan Awal hingga Wajib bagi Seluruh Pelanggan Baru
Selama periode transisi yang berlangsung mulai 1 Januari hingga 30 Juni 2026, pelanggan baru akan diberikan pilihan untuk melakukan registrasi menggunakan NIK atau metode biometrik. Namun, setelah periode tersebut berakhir, semua registrasi pelanggan baru diwajibkan untuk menggunakan sistem biometrik.
Penting untuk dicatat bahwa kebijakan ini tidak akan berlaku untuk pelanggan lama yang telah terdaftar sebelumnya. Dengan adanya transisi ini, diharapkan masyarakat dapat beradaptasi dengan regulasi baru yang lebih aman dan efisien.
Diharapkan implementasi teknologi biometrik dalam registrasi kartu SIM dapat menciptakan ekosistem komunikasi yang lebih aman dan sebagaimana mestinya. Langkah ini bukan hanya melindungi individu, tetapi juga menjaga integritas sistem komunikasi secara keseluruhan.
